Indonesia dengan jumlah penduduk sekitar 267 juta jiwa merupakan pasar terbesar Industri Jasa Makanan di kawasan ASEAN. Dengan meningkatnya pendapatan di antara kelas menengah yang tumbuh dan perubahan gaya hidup, Industri Jasa Makanan di Indonesia diharapkan menunjukkan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (CAGR) antara 2018 dan 2023 sebesar 7,06 persen.
Pasar yang Berkembang Pesat tetapi Beragam
Dua kelompok populasi besar di Indonesia yang dianggap basis konsumen sasaran yang menarik bagi Industri Jasa Makanan di Indonesia adalah kelompok berpendapatan menengah dan kaum milenial, karena jumlah mereka yang besar dan perilaku konsumsinya yang unik.
Indonesia memiliki populasi yang relatif muda, dengan 59 persen berusia antara 15 dan 54 tahun dan usia rata-rata 30 tahun. Bagian besar, namun muda ini, memberi Indonesia salah satu “bonus demografis” terbaik yang pernah dinikmati oleh negara mana pun saat ini.
Meningkatnya urbanisasi di Indonesia dan peningkatan jumlah pekerja kantoran telah menyebabkan peningkatan baik dalam disposable income maupun konsumsi rumah tangga.
Untungnya bagi pemilik restoran, memasak makanan (sendiri) tampaknya tidak termasuk dalam agenda milenial. Namun, mereka menjadi semakin tertarik dengan dunia ‘foodie’, dan menikmati mencoba masakan baru dan konsep makan. Laporan konsumsi makanan baru-baru ini oleh Nielsen menemukan bahwa 11 persen penduduk Indonesia makan di luar setidaknya sekali sehari, lebih tinggi dari rata-rata global yang sebesar 9 persen. Selain itu, kesadaran masyarakat Indonesia yang semakin tinggi terhadap kualitas makanan dan faktor kemudahan pembelian, menghasilkan permintaan akan makanan yang disiapkan dengan aman serta pilihan pengiriman cepat.
Pertumbuhan industri jasa judi online dan bisnis makanan telah konsisten selama beberapa tahun terakhir. Majalah SWA menyatakan ada 380 juta kunjungan restoran di Jakarta selama 2013 dan pendapatan yang dihasilkan sebesar Rp 22,23 triliun (sekitar USD $ 1,5 miliar). Riset yang sama mengidentifikasi jumlah restoran kelas atas di Jakarta meningkat lebih dari dua kali lipat pada periode 2009 hingga 2014. Menurut Euromonitor, layanan makanan di Indonesia tumbuh pada CAGR 8,7 persen dari 2010 hingga 2014, mencapai USD $ 36,8 miliar penjualan di 2014. Statistik Kementerian Perdagangan Indonesia menyatakan bahwa sektor kuliner Indonesia secara keseluruhan tumbuh 8,16 persen pada tahun 2015. Baru-baru ini, pertumbuhan gerai telah melambat meskipun waralaba makanan yang lebih besar terus berkembang dengan mantap. Pada 2018, pertumbuhan nilai terus melebihi ekspektasi yang diperkirakan seperti halnya volume penjualan harian.
Transformasi Digital di Sektor Layanan Pangan
Kemunculan komunikasi digital dalam beberapa tahun terakhir semakin mendiversifikasi industri jasa makanan. Konsumen Indonesia lebih aktif di media sosial daripada rata-rata global, dan gerai makanan mendapat manfaat dari ‘promosi dari mulut ke mulut’ digital melalui layanan jejaring sosial seperti Instagram, serta situs ulasan seperti Trip Advisor, Zomato, dan Google Reviews. ‘Influencer’ di media sosial terus meningkat popularitasnya dan operator makanan terus menggunakan layanan mereka sebagai taktik pemasaran untuk mencapai target pasar mereka.
Selain itu, pemesanan online melalui aplikasi seperti aplikasi ‘Go-Food’ Go-Jek, telah memberikan layanan pengiriman yang lebih lancar. Pada Agustus 2018, sekitar 100.000 operator makanan terdaftar di aplikasi, mulai dari warung nasi goreng lokal hingga restoran sushi yang mahal.
Pasar Waralaba Makanan
Pertumbuhan sektor waralaba makanan di Indonesia terus tumbuh lebih cepat dari pada operator independen. Sektor layanan makanan waralaba saat ini mempekerjakan lebih dari 150.000 orang, banyak di antaranya dipekerjakan oleh merek yang diakui secara internasional yang memiliki banyak gerai seperti Pizza Hut, McDonald’s, dan KFC. CAGR untuk waralaba papan atas berkisar dari 8 persen hingga 21 persen, yang paling sukses menurut CAGR, peningkatan gerai, dan nilai penjualan adalah Pizza Hut di bawah operator PT Sarimelati Kencana, yang baru-baru ini tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Globalisasi tidak diragukan lagi telah membuka pasar makanan dan rasa asing di Indonesia. Merek makanan internasional telah mengikuti turis dan warga negara yang kembali ke negara itu. Namun, survei terbaru menunjukkan bahwa meskipun konsumen Indonesia suka mencoba masakan baru, mereka masih menyukai makanan Asia. Merek internasional yang telah menyesuaikan menunya agar sesuai dengan selera orang Indonesia telah mengalami kesuksesan yang lebih besar.
Satu kali makan di gerai makanan cepat saji waralaba berkisar antara Rp30.000 hingga 50.000 (sekitar USD $ 2,35 hingga USD $ 3,35), sedangkan makan di restoran domestik yang tidak mahal bisa serendah Rp17.000 (sekitar USD $ 1,17). Sebagai perbandingan, makan untuk dua orang di restoran domestik kelas menengah berkisar dari Rp80.000 hingga 270.000 (sekitar USD $ 6,7 hingga USD $ 18,13).
Di seluruh sektor, untuk pemilik restoran, baik domestik atau waralaba, pendapatan rata-rata per pengguna (ARPU) adalah Rp 124.165 (sekitar USD $ 8,34).
Tantangan Waralaba Pangan Asing Masuk Indonesia
Meskipun prospek waralaba makanan baru di Indonesia terlihat bagus, ada juga berbagai persyaratan yang harus dipenuhi. Mulai dari yang praktis, seperti keterlambatan dalam memperoleh sertifikat halal, hingga mengatasi regulasi yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan.
Ada berbagai peraturan yang berlaku untuk pemilik waralaba dan penerima waralaba makanan, yang sebagian besar berlaku sama untuk kedua belah pihak:
- Harus ada kemitraan antara pemilik waralaba dan penerima waralaba, yang merupakan usaha kecil menengah (UKM).
- Kemitraan harus terdaftar di Kementerian Perdagangan, yang juga harus ada pelaporan rutin.
- Seorang pemilik waralaba asing tidak boleh memiliki lebih dari 49 persen saham dalam bisnis, artinya waralaba tidak dapat menjadi anak perusahaan dari pemilik waralaba.
- Pemilik waralaba harus memberikan pelatihan, dukungan berkelanjutan, dan pengembangan pasar untuk penerima waralaba.
Elemen terpenting dari peraturan waralaba yang mungkin terkait dengan ‘konten lokal’. Delapan puluh persen barang dan jasa, alat bisnis dan bahan baku harus bersumber dan diproduksi di Indonesia. Selain itu, ada pembatasan lain pada impor bahan yang dapat menimbulkan komplikasi pada waralaba makanan dengan resep pokok.
Masa Depan Waralaba Pangan di Indonesia
Prospek waralaba makanan di Indonesia terlihat bagus, dengan prospek pertumbuhan yang positif dan signifikan. Kunci suksesnya adalah standarisasi operasi dan logistik makanan, termasuk proses pengiriman, yang bukanlah tugas yang mudah di lingkungan Indonesia. “Banyak orang bisa membuka restoran tapi tidak bisa berkembang tanpa sistem yang tepat. Operasi di kepulauan yang sangat besar ini adalah segalanya, ”kata Alwin Arifin, Presiden Direktur Sriboga Food Group.
Terlepas dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS baru-baru ini, beberapa regulator lokal telah mengurangi efek fluktuasi mata uang dengan membuat waralaba tidak terlalu rentan terhadap volatilitas harga di pasar dunia untuk komoditas yang mereka gunakan. Misalnya kopi, kakao dan minyak sawit semuanya tersedia di dalam negeri.
Salah satu pembatasan historis dan berkelanjutan atas pengembangan bisnis di 922 pulau di kepulauan Indonesia adalah infrastruktur logistik, yang sangat relevan dalam hal makanan yang mudah busuk. Perbaikan infrastruktur nasional baik jalan raya maupun feri dalam beberapa tahun terakhir telah mengurangi beberapa pembatasan ini, dengan koneksi yang baik sekarang tersedia ke beberapa tempat yang sebelumnya dianggap sebagai ‘pulau terpencil’. Namun, rantai restoran besar terus bergantung pada inisiatif mereka sendiri untuk mengatasi komplikasi logistik dan pasokan bahan karena tanpa berhasil melakukannya, mereka tidak dapat berkembang.
Operator layanan makanan yang menawarkan pengiriman makanan adalah salah satu peluang terbesar di sektor ini. Ekspansi cepat jaringan seluler 4G di seluruh Indonesia meningkatkan cakupan bisnis yang menggunakan aplikasi smartphone untuk pemesanan, pembayaran dan pemenuhan. Outlet-outlet yang sudah mapan telah memiliki teknologi dan sistem untuk pengiriman di tempat selama beberapa waktu, seperti Pizza Hut Delivery yang merupakan waralaba makanan takeaway / delivery utama pertama yang memasuki pasar. Teknologi baru dan aplikasi pesan-antar makanan telah memungkinkan pemain baru memasuki pasar dengan biaya yang relatif rendah dan terus memacu pertumbuhan luar biasa dari industri layanan makanan di Indonesia.